"Kak, naik Bawang yok..." Begitu kira-kira bunyi pesan di WhatsApp tiba-tiba masuk, dari Parman, seorang junior di Mapala Untan yang tiba-tiba mengajak naik gunung setelah kurang lebih 7 tahun yang lalu aku naik gunung. Gunung terakhir tersebut kebetulan adalah gunung Bawang (1471 mdpl) itu. Sekelebat kenangan di puncak dengan cuaca baik saat itu melintas. Bulan purnama dengan sunrise, di mana saat tiba di puncak juga ketemu sunset tidak kalah indah.

Aku segera menjawab pesan Parman: "Siapa-siapa yang ikut?", dia menuliskan beberapa nama, dari nama-nama itu hanya ada satu nama partner pendakian yang beberapa kali pernah sama-sama nanjak saat di Mapala. Selebihnya belum pernah satu pendakian bersama, tetapi ada 2 orang yang pernah bersamaku naik Gunung Raya Singkawang saat mereka kenaikan status dari Siswa menjadi Anggota Muda.

Parman menyebutkan tanggal, 3 Januari berangkat ke Singkawang, berkumpul di rumah Anisa. Grup WA langsung dibuat dan Rio mengajak meeting online untuk membahas teknis keberangkatan sekalian pembagian logistik. Duh, sudah lama sekali tidak membahas beginian setelah drama emak-emak anak satu mengurusi ASI, MPASI, toilet training dan sekarang anak udah toddler. 

Teknisnya, setelah solat Jum'at menuju desa terakhir Dusun Sengkabang, Desa Suka Bangun, jika memungkinkan langsung menginap di kaki atau pintu rimba. Sehingga besoknya langsung summit. Aku memikirkan perlengkapan. Meskipun ada perlengkapan pribadi, selain matras yang entah hilang atau tertinggal di tempat kerjaku dulu, izin ke Omar dan tentunya kesiapan fisik. Masih kuat nggak ya? Olahraga yang dilakukan sejauh ini hanya workouts di rumah dan jalan pagi saja. 

Keinginan untuk naik gunung sangat menggebu, tapi masih ada beberapa hal di dunia nyata yang mesti diselesaikan dan aku menimbang-nimbang, mengecek beberapa deadline video yang harus disetor serta menghitung kapan produk review yang kemungkinan akan datang. Sepertinya aman. Janjian dengan Anisa, karena dia bilang kalau ada cewek yang ikut, dia bisa ikut. Sambil aku sounding ke Omar bahwa aku ingin naik gunung dan dia tinggal di rumah sama uwan. Alhamdulillah dia mengizinkan (dengan negosiasi tentunya) dan upah susu UHT full cream nanti saat pulang.

Hari H tiba, tim dibagi 2 kelompok dari Sambas dan Pontianak dengan meeting point di Singkawang. Sebelum solat Jum'at sudah harus berkumpul di sana. Selesai makan siang, kami rechecking membagi logistik dan siap berangkat. Sepasang suami istri juniorku sebut saja Kuntet dan Dedek serta aku dan Anisa memutuskan untuk menggunakan motor ke Bengkayang, aku memilih motor untuk menghindari mabuk perjalanan, yang lain menggunakan mobil. Jumlah anggota tim kami 10 orang dengan 6 perempuan (Aku, Anisa, Fitri, Dedek Hastari, Delta dan Raisa) dan 4 laki-laki (Bang Jani, Rio, Parman dan Kuntet).

Dusun Sengkabang, Desa Suka Bangun
sebelum mendaki Gunung Bawang

Jam 4 sore tiba di dusun terakhir, setelah izin dan lapor pak dusun kami sepakat menuju kaki gunung untuk nginap di malam pertama pendakian. Ternyata tiba di pos 1 dengan lokasi sungai berada di bawahnya dan bertemu beberapa pendaki yang turun serta beberapa warga desa yang pulang dari menunggu durian. 

Meskipun sudah lama tidak mendaki gunung, pembagian tugas lancar dilakukan, ilmu kepemimpinan dipraktekkan Rio memberi arahan untuk membuat shelter, masak, mengambil air, mencari kayu, dll. Malam tersebut cuaca sedikit mendung tapi tidak ada hujan, kami memilih untuk istirahat lebih awal mempersiapkan tenaga buat besok mendaki walaupun di jam 11 malam beberapa dari kami terjaga karena datangnya satu tim berjumlah 7 orang yang ikut menginap di pos 1 tersebut. Malam semakin tenggelam, samar-samar suara mereka ikut menghilang bersama sunyinya malam, bersiap menyambut pagi tiba esok hari..


Bersambung...