Malam yang begitu
indah, begitu spesial. Setelah masing-masing dari kami bergelut kesibukan di
kota, malam itu purnama menemani, terang benderang. Walau sesekali tertutup
awan, namun rasanya bahagia sekali. Cahaya bulan purnama menemani kami minum
kopi sembari berjenaka di puncak gunung Bawang yang terkenal luas dan datar.
Perjalanan naik gunung kali ini juga mengingatkan saya saat mendaki Gunung
Bengkarung dalam rangka Fungi Ekspedition Mapala Untan 2011 lalu. Kami harus mencapai
puncak dalam waktu satu hari dan menginap di puncak juga. Saat itu berbanding
terbalik dengan sekarang. Begitu siap untuk mendirikan shelter, hujan deras pun
turun. Ah, beruntungnya kami malam ini, cuaca sangat bersahabat.
Bulan purnama di puncak Gunung Bawang |
Ngopi di atas puncak Bawang |
Tak lama, saya
bersama cewek-cewek lainnya pamit tidur, masuk ke dalam tenda cewek yang sudah
rapi tersusun matras. Malam dingin, diterangi purnama, waktunya
mengistirahatkan diri. Beberapa menit berlalu, setelah ngobrol sebentar dalam
sleeping bag, kami mendengar obrolan para lelaki di luar lalu akhirnya terlelap
dalam hembusan angin malam.
Dini hari, masih
bergelung dengan sleeping bag dan kain pantai (saking dinginnya pake dua
lapis), saya terbangun mendengar kesibukan Webbing dan Melinda di luar.
Sepertinya mereka menyiapkan sesuatu yang hangat, sepertinya kopi. Saya ikutan
bangun walaupun sepertinya sama-samar masih gelap. Sengaja, kami sudah janjian
untuk menunggu momen sunrise. Inilah mengapa gunung Bawang menjadi salah satu
favorite pendaki, walaupun tingginya tidak begitu tinggi dibandingkan gunung
lainnya, lumayan untuk latihan sebelum naik Bukit Raya, pacetnya juga. Hehehe.
Di gunung Bawang puncaknya sangat terbuka, kita bisa melihat ke segala arah,
jadi momen sunset dan sunrise adalah bonus yang paling ditunggu. Pagi itu, sunrise dan bulan purnama dalam satu
waktu. Cahayanya datang dari arah yang berlawanan, sungguh memikat hati. Langit
berwarna keunguan menjadi latar belakang foto kami.
Ketemu pacet di gunung Bawang |
Bulan purnama di puncak gunung Bawang |
Setelah semuanya
bangun pagi, mengabadikan momen sunrise, ngopi, sarapan, kami siap packing
kembali. Siap untuk menuruni medan terjal yang kemarin kami lalui. Tidak ada
drama seperti saat mendaki, semua aman terkendali. Hanya saja, perjalanan turun
yang harusnya lebih cepat menjadi lumayan lambat dikarenakan lutut yang memar
terasa sakit, melebihi kemarin. Perjalanan turun kali ini kami akhiri dengan
makan siang di pondok terakhir, berhubung ada pipa PLTA yang bisa membantu kami
untuk dijadikan sumber air untuk masak. Pukul 3 sore kami tiba kembali di desa
terakhir, tiba di rumah Pak Amen untuk segera menyiapkan diri pulang ke
Pontianak kembali. Setelah antri untuk membersihkan diri, kami pamit pulang
dengan Pak Amen. Beliau memberikan oleh-oleh labu kuning untuk di bawa pulang.
Perjalanan turun |
Perjalanan di jalan
berliku Van Mandering kembali kami lewati dalam gelap. Jalan ektrim dengan
banyak tikungan ini kami lewati dengan hati-hati. Setelah melewatinya, kami
memasuki Kota Singkawang kembali dan berinisiatif untuk makan malam di pasar
Hongkong Singkawang. Webbing sudah kelaparan, saya juga. Pecel ayam rasanya
nikmat sekali, begitulah kenikmatan pasca naik gunung. Kuliner yang sebenarnya
biasa saja di hari-hari kita, akan terasa lebih nikmat jadinya. Setelah makan,
lanjut perjalanan pulang menuju Pontianak dan tiba pukul 11 malam. Dan kami
ngantuk berat. Siap kembali dengan hiruk piruk kota. Anyway, terima kasih
gunung Bawang dan terimakasih teman-teman! Ada yang mau kembali lagi ke sana?
Ajak Travelmates ya!? Nantikan cerita
mendaki lainnya di sini!
0 Comments
Post a Comment