Mungkin bagi
sebagian besar orang tahun baru biasanya dirayakan dengan pergi ke pantai,
kumpul bersama orang-orang terdekat atau tersayang, liburan ke pulau,
jalan-jalan dan sekedar menghabiskan waktu berdua melihat pesta kembang api di
beberapa tempat di tengah keramaian.
Tahun baru kali
ini saya habiskan sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya saya
lebih senang berkumpul bersama keluarga atau teman-teman dan pernah beberapa
kali ikut menghabiskan waktu dengan pesta kembang api di pantai. Berawal dari
ide tiga tahun yang lalu berkeinginan yang sama untuk menghabiskan tahun baru
bersama “travelmate” saya dengan naik gunung. Saya sebut dia travelmate karena
sebagian besar perjalanan atau liburan saya selama dibangku kuliah saya
habiskan bersama dia. Lumayan banyak tapi masih banyak tempat-tempat indah yang
belum kami kunjungi dengan kesibukan sebagai seorang mahasiswa. Sebenarnya
momen mendaki gunung Niut ini bukan untuk menghabiskan tahun baru melainkan
saat tahun baru inilah kami punya waktu yang bisa dimanfaatkan untuk berlibur.
Puncak Gunung Niut |
Ide kami tahun
ini cukup beruntung karena teman-teman yang lain juga antusias untuk ikut
bersama. Keikutsertaan beberapa senior dan keluarganya juga menambah personil
kami berangkat. Lima hari sebelum pergantian tahun baru sebagian teman
berangkat ke Desa Dawar, tepatnya di Sanggau Ledo. Di sana tidak begitu
menyulitkan kami untuk menginap dikarenakan ada seorang senior, yang biasa
dipanggil Pak Atta, yang bermukim di sana. Sambil menunggu berkumpulnya semua
tim untuk mendaki teman-teman yang sudah lebih dulu tiba menghabiskan waktu di
desa dengan kegiatan sehari-hari sekedar merawat kebun senior, memancing dan
lain sebagainya. 28 Desember, travelmate menjemput saya dikarenakan saya pulang
terlebih dahulu ke kampung halaman. Perjalanan dia lewati dengan basah kuyup
dikarenakan di akhir tahun ini diguyur hujan hampir setiap hari.
Perjalanan ke
Desa Dawar kami lewati menggunakan dua rute yang berbeda dengan tim pertama.
Tim pertama melewati rute Pontianak – Sanggau Ledo (Desa Dawar), menggunakan
sepeda motor dengan waktu tempuh + 6 jam. Sedangkan kami berdua melewati
rute Singkawang – Sanggau Ledo (Desa Dawar) dengan waktu tempuh + 3,5
jam. Namun perjalanan kami tidak semulus tim pertama, dikarenakan di tengah
perjalanan kami dihambat oleh luapan air yang melintas di daerah Samalantan.
Waktu
menunjukkan pukul 8 malam, setelah 1 jam berhenti untuk menunggu air surut yang
menggenangi air setinggi lutut hingga pinggul mengakibatkan sebagian besar
sepeda motor dan mobil berhenti terlebih dahulu. Setelah menunggu satu jam,
kami mencoba untuk melintas jalan yang tergenang kurang lebih 50 meter. Masih
dalam rinai hujan, kami melanjutkan perjalanan menuju Bengkayang. Kami
memutuskan untuk menginap di rumah senior di Bengkayang dan melanjutkan
perjalanan besok pagi meskipun rencananya besok pukul 7 pagi tim sudah mulai
mendaki. Dan kami berencana untuk melanjutkan perjalanan dini hari pukul 4
pagi.
Banjir di daerah Samalantan menyebabkan kami harus menunggu air surut terlebih dahulu untuk melintas |
Rencana gagal
untuk berangkat lebih awal, karena kelelahan dan basah kuyup sepanjang perjalanan
tadi malam. Kami bergegas packing saat jam menunjukkan pukul 7 pagi. Satu lagi
kekeliruan kami temui, ternyata persimpangan jalan menuju Desa Dawar yang
pertama merupakan jalan alternatif lain yang sudah rusak, akibatnya ditengah
perjalanan kami kesulitan melintasi jalan berbatu, licin dan melewati bendungan
yang hampir roboh. Sungguh perjalanan yang “memacu” adrenalin dan emosi. J Setelah menemui jalan sebenarnya, hatipun terasa lega. Namun
ternyata jalan yang kami temui juga berbatu dan berlubang, sangat tidak cocok
untuk sepeda motor matic.
Bendungan |
Pukul 9 pagi
akhirnya kami tiba di rumah Pak Atta, kami disambut senior lain yang ikut serta
menghabiskan liburan di daerah pedesaan. Sesuai dugaan tim sudah berangkat
mendaki pukul 8 pagi tadi. Kami pun bergegas mengemas sebagian logistik dan
berniat menyusul tim. Dengan yakin kami menyusuri jalan desa menuju Gunung
Niut, karena perkiraan kami dengan selisih 1,5 jam kami yakin bisa menemui tim
yang berangkat terlebih dahulu.
Dengan sedikit
bergegas kami berdua menyusuri jalan merah melewati perkebunan warga sambil
bertegur sapa dengan warga. Hamparan kebun lada, jagung, dan mentimun
mendominasi hamparan kaki pegunungan
Cagar Alam Gunung Niut. Tampak juga Gunung Keliung, Gunung Damus, dan Gunung
Serang. Aroma pegunungan dengan mendung awan khas musim penghujan seakan
menyemangati. Saya merasa tidak pernah seantusias ini untuk mendaki gunung,
mungkin juga dikarenakan dua kali rencana ini gagal tahun-tahun sebelumnya.
Benar saja, saat
berpapasan dengan ibu setengah baya yang selesai memanen mentimun, kami
diberitahukan oleh beliau sekitar 5 menit yang lalu, 3 orang laki-laki baru
saja melintas di kebunnya untuk mendaki gunung Niut. Kami pun segera bergegas
melanjutkan perjalanan karena yakin itu pasti tim kami. Tidak lupa ibu itu
memberi beberapa buah mentimun untuk kami, itu merupakan hal biasa yang terjadi
saat kita menunjukkan keakraban dengan warga sekitar saat melakukan kegiatan
dimanapun dan kapanpun.
Perjalanan menuju pintu rimba |
Perjalanan menyeberangi sungai untuk menyusul tim pertama |
Setelah 2 jam
berjalan kaki kami tiba di pintu rimba, kami bertemu Bang Muherman dan Yono
serta satu local guide yang sedang
berhenti beristirahat menyantap tebu. Ternyata sebagian tim sudah terlebih
dahulu melanjutkan perjalanan. Setelah berbincang-bincang dengan pemilik kebun,
kami melanjutkan perjalanan. Hati langsung lega karena memasuki pintu rimba
bersama teman tim dan satu local guide. Perjalanan kami masih ditemani rintik
hujan. Kira-kira satu jam perjalanan memasuki pintu rimba, local guide yang
bersama kami yang biasa dipanggil Bang Sulam memberitahukan bahwa tim mungkin
sedang berhenti istirahat karena beliau melihat ada asap di depan kami. Benar
saja, kami mencium bau asap tersebut. Dengan sedikit menyusuri sungai, saya
langsung menyapa tim dengan sedikit teriakan dan langsung dijawab oleh mereka.
Kami bertemu tim pertama |
Kami akhirnya
berhasil menemui tim awal ditepian sungai kedua yang sedang istirahat makan
siang. Tim kami berjumlah 14 orang, terdiri dari 2 local guide: Pak Atta dan
Bang Sulam, Bg Sarwoko dan Kak Dian bersama 3 anggota keluarganya (Abiel, Agie
dan Nia), Bang Muherman serta 4 junior (Fino, Madun, Jay, Yono) dan kami berdua
(Ega dan Yus). Ada yang berbeda dengan perjalanan saya kali ini. Selain
berkumpul dengan beberapa senior dan junior, kami juga diikuti oleh seorang
anak dari senior yang masih berumur 6 tahun, Abiel. Bahkan Abiel sendiri sudah
mendaki Rinjani dan Semeru 2 tahun belakangan bersama keluarganya. Dia
merupakan yang termuda dan Pak Atta yang tertua di dalam tim kami. Itu juga memberikan semangat tersendiri bagi
saya untuk mendaki kali ini. Setelah setengah jam kami berkumpul, kami
melanjutkan perjalanan meskipun cuaca tetap memilih untuk membasahi perjalanan
kami. Perjalanan dilanjutkan hingga pukul 4 sore dengan medan lumayan terjal
dan kami berhenti di sebuah sungai kecil untuk mendirikan shelter.
Malam pertama di shelter pertama |
Malam pertama
masih diguyur hujan gerimis, tidur terasa nikmat sekali, apalagi bagi kami
berdua setelah perjalanan jauh, terhadang banjir, jalan rusak, sedikit menambah
kecepatan jalan mengejar tim, dan medan mendaki yang lumayan terjal. Sebelum tidur
hal-hal itu masih terbayang dimalam pertama. Salut untuk travelmate saya, thank
you for this year. J Bagi saya ini tahun baru paling berkesan, bisa menghabiskan waktu
dengannya sesuai dengan rencana.
Hari kedua saat
bangun tidur pegelangan kaki kanan saya terasa sakit. Teringat sakit ini saat
terjatuh memanjat di wall climbing di
Sekretariat. Mungkin karena terkilir beberapa waktu lalu yang saya pikir sudah
sembuh. Sedikit mengganggu namun tetap saya tahan, mudah-mudahan saja tidak
memburuk. Setelah sarapan perjalanan kami lanjutkan hingga ketinggian +
1300 mdpl. Medan yang kami lalui juga tidak kalah terjal namun tidak sebanyak
kemarin. Dan ditengah perjalanan kami sempatkan untuk singgah di Sungai Tanggi, dengan riam yang
lumayan lebar, kami beristirahat sambil mengabadikan beberapa gambar keindahan
riam bersama dengan objek yang ada tentunya. Hehehehe…
Sungai Tanggi |
Di ketinggian +
1300 mdpl kami mendirikan kembali shelter untuk bermalam. Ternyata rencana
untuk menginap di puncak tidak bisa dilakukan dikarenakan jauh dari sumber air.
Namun dapat dipastikan perjalanan menuju puncak esok hari hanya membutuhkan waktu 3 jam
perjalanan. Seperti biasa, sebagian tim mendirikan shelter dan sebagian lagi
memasak. Selesai makan malam saya memilih untuk langsung istirahat mempersiapkan
tenaga untuk esok hari menuju puncak. Malam ini tidur masih juga dihujani
gerimis dan siang tadi diperjalanan satu pacet menempel dipergelangan kaki
saya, dia berhasil menyedot darah namun sepertinya belum kenyang. Hampir semua
anggota tim sepertinya terkena serangan pacet, maklum dimusim penghujan seperti
ini pastinya lebih banyak ditemui.
Perjalanan
menuju puncak lebih singkat dibandingkan hari-hari sebelumnya. Dan memang
seperti biasanya untuk menuju puncak, barang yang lainnya ditinggal dan kami
hanya membawa makanan, air dan barang-barang penting lainnya. Untuk
perlengkapan shelter ditinggalkan agar memudahkan menuju puncak karena medannya
lebih terjal. Kami melewati sebuah punggungan lalu tiba di Puncak disambut
sinar matahari. Abiel, yang terlebih dahulu tiba di puncak memanggil-manggil
sang kakak saat puncak sudah 50 meter di hadapan kami, kami pun bergegas. Tiba
dipuncak, beberapa dari kamu mengeluarkan hape, kamera, cemilan dan air minum.
Beberapa sesi foto-foto segera dilakukan di tugu triangulasi, sendiri, berdua,
keluarga, pasangan hingga semuanya. Selesai mengambil foto dan istirahat, pukul
12 siang kami segera turun menuju shelter tadi malam. Saat tiba di shelter tadi
malam kami diminta untuk bermalam lagi di tempat ini karena diperkirakan tidak
bisa mencapai shelter selanjutnya karena waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore.
Foto bersama di Puncak Niut |
Tongsis :v |
Perjalanan kali
ini memang agak sedikit santai, menikmati setiap momen walaupun hampir setiap
hari pakaian selalu basah, tidak pernah kering. Malam ini merupakan malam
pergantian tahun baru yang sebenarnya. Apa yang kami lakukan? Tidur lebih awal,
di dalam dome, dibawah hembusan angin dan suasana shelter yang lembab. Beberapa
senior berbincang-bincang saat menjelang tidur dan kami segera mengambil posisi
tidur sesaat setelah menentukan posisi (resection) karena kebetulan kami
membawa alat navigasi lengkap. Tidak ada bakar-bakar jagung, ayam, sosis maupun
daging. Tapi kami merasa senang.
Sharing materi Navigasi Darat sebelum tidur |
Malam pergantian
tahun baru, tidur bersama teman-teman di ketinggian + 1300 mdpl menyatu
bersama alam. Sungguh nikmat rasanya bercampur dengan lelah dan sedikit sakit
dibeberapa bagian kaki. Masih tidak bisa dilupakan saat tengah malam, tidak
pasti tepatnya pukul berapa, sambil kami membetulkan posisi tidur karena dome
miring ke sebelah kiri, Fino, mengucapkan Selamat Tahun Baru. Samar-samar saya
dengar dan saya tetap memilih diam, dibawah sleeping bag. Saya terjaga saat
dini hari, dan segera mengucapkan Happy New Years ke travelmate saya saat sadar
bahwa sudah pergantian tahun.
Beberapa lelucon
terlontar saat bangun tidur, hirupan nafas pertama ditahun 2015 hingga buang
air pertama! Hahaha..tapi yang pasti bagi saya, ini merupakan pendakian gunung
keempat di tahun keempat kami bersama ;) Perasaan senang terlihat dibeberapa
wajah kami. Akhirnya perjalanan menuju puncak selesai namun kami harus segera
turun mengingat beberapa dari kami besok harus sudah pulang ke Pontianak.
Perjalanan turun tidak semudah perkiraan, medan yang terjal yang kami daki
sebelumnya menyisakan medan yang licin saat turun sehingga kami perlu
menggunakan tali agar lebih safety.
Tidak lupa kami
singgah beristirahat kembali di Sungai Tanggi, riam tempat kami istirahat saat perjalanan naik. Hujan
mengguyur lebat sepanjang perjalanan kami. Hingga tiba di Sungai Tanggi kami segera
memasang flysheet dan masak air. Makan siang kali ini agak sedikit special,
hidangan spageti menemani kami siang ini. Selesai makan, masih dengan keadaan
kedinginan dan basah kuyup kami membantu suhu tubuh agar lebih hangat dengan
duduk mengelilingi api. Kami harus menunggu karna sungai yang akan kami lewati
bertambah debit air dan kuat arusnya. Setelah 2 jam menunggu, batu-batu sungai
mulai tampak, teman-teman yang lain memasang tali untuk mempermudah melewati
penyeberangan (basah), Abiel lebih dulu menyeberang, disusul dengan yang
lainnya. Perjalanan kembali dilanjutkan. Pukul 3 sore Pak Atta berhenti dan
mengeluh sakit kaki karena saat perjalanan naik beliau dan Madun disengat jenis
Tawon yang bersarang di akar pohon besar. Dia pun memilih untuk mendirikan
shelter kembali di tengah perjalanan. Padahal rencana awalnya kami ingin
melanjutkan perjalanan hingga tiba di desa hari itu juga. Dengan logistik yang
hampir menipis kami terpaksa menginap lagi dengan pertimbangan yang ada. Makan
malam terakhir terasa sangat nikmat. Kami memasak soto sederhana dan irisan
cabe rawit ditambah kecap dan irisan bawang merah. :9
Bincang-bincang malam |
Kami semua tahu
hari ini kami akan segera tiba di desa, tepatnya di rumah Pak Atta. Selesai
sarapan dan packing, kami segera melanjutkan perjalanan. Sekitar kurang lebih 2
jam perjalanan kami keluar dari pintu rimba dan mulai memasuki perjalanan yang
melewati perkebunan warga. Sebagian tim berhenti beristirahat di kebun tebu,
sebagian lagi bergegas karena sore akan pulang, dan kami berjalan dengan santai
sambil singgah memanen cabe, pepaya dan sayur. Siang tiba di rumah Pak Atta.
Senior yang tidak ikut mendaki, Bg Niwan, menyambut dengan wajah sumringah.
Kami segera beristirahat dan makan siang, sebagian lagi bersih-bersih dan
mengemas barang yang ada. Nikmat tak terkira melewati perjalanan pergantian
tahun baru kali ini. Satu hal yang saya dapatkan dari perjalanan ini, untuk
mencapai sesuatu yang kita impikan tidaklah mudah, banyak medan berbatu,
terjal, dan licin serta menguras tenaga. Usaha yang besar akan menghasilkan
hasil yang memuaskan pula. J Semoga akan ada cerita hebat lainnya yang akan kami lewati. Aamiin.
0 Comments
Post a Comment